Logo Stop Kekerasan Pada Anak
Menghambat talenta
Ketika anak-anak tidak dihargai dan terus-menerus dibandingkan dengan orang lain, bakat mereka tidak akan berkembang.
Pada akhirnya, mereka akan kehilangan potensi dan bakat yang dimilikinya.
Jangan membanding-bandingkan anak Anda dengan anak orang lain. Pasalnya, apa yang Anda katakan bisa saja melukai hati anak Anda seumur hidupnya. Sebaiknya, fokus pada perkembangannya saja bila ingin anak Anda berhasil.
[embed-health-tool-vaccination-tool]
PolrestaGorontaloKota,Kasus dugaan tindak kekerasan yang dialami oleh seorang siswa di salah satu sekolah yang ada di kota Gorontalo resmi masuk dalam ranah hukum pada Jumat 17 Mei 2024
Kapolresta Gorontalo Kota Kombespol Dr.Ade Permana, S.I.K., MH melalu Kasat Reskrim Kompol Leonardo Widharta, S.I.K membenarkan jika telah menerima laporan terkait dugaaan kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru terhadap siswa AKLH (11)
“Benar kami telah menerima dugaan kekerasan yang dilakukan oleh wali kelas terhadap salah satu siswa kelas 6 ” jelas Kompol Leonardo
Lebih lanjut Kompol Leonardo mengatakan bahwa korban yang mengalami luka lebam di bagian bahu sudah di lakukan visum et repertum dan dimintai keterangan
Untuk kasus ini baru kami Terima dan akan kami lakukan penyelidikan dan penyidikan tutup Kompol Leonardo
Air merupakan komponen penting dalam kehidupan, namun seringkali kurang diperhatikan. Anak – anak yang pergi bersekolah selama beberapa jam atau beraktivitas lama di luar rumah seringkali kurang mendapat asupan cairan yang cukup. Padahal, air pada tubuh anak menempati persentase yang besar dari berat badannya. Persentase air dalam tubuh anak lebih besar dibanding dewasa karena luas permukaan tubuhnya yang lebih besar dan kandungan lemak yang lebih sedikit.
Pada anak 1 tahun pertama, volume air total dalam tubuh sebanyak 65 – 80% dari berat badan. Persentase ini akan berkurang seiring bertambahnya usia, menjadi 55 – 60% saat remaja. Cairan diperlukan untuk berbagai fungsi tubuh, antara lain dalam metabolisme, fungsi pencernaan, fungsi sel, pengaturan suhu, pelarutan berbagai reaksi biokimia, pelumas, dan pengaturan komposisi elektrolit. Secara normal, cairan tubuh keluar melalui urin, feses, keringat, dan pernapasan dalam jumlah tertentu.
Cairan merupakan komponen yang penting karena status hidrasi yang cukup bermanfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan. Kebutuhan cairan berbeda berdasarkan usia, jenis kelamin, massa otot, dan lemak tubuh. Diperkirakan, bayi usia 0 – 6 bulan memerlukan cairan 700 mL/hari; bayi 7 – 12 bulan memerlukan cairan 800 mL/hari; anak 1 – 3 tahun memerlukan 1300 mL/hari; anak 4 – 8 tahun memerlukan 1700 mL/hari; anak 9 – 13 tahun memerlukan 2400 mL/hari pada laki – laki dan 2100 mL/hari pada perempuan; anak 14 – 18 tahun memerlukan 3300 mL/hari (laki – laki) dan 2300 mL/hari untuk perempuan. Cairan ini dapat berasal dari makanan maupun minuman. Cairan dari minuman dapat berasal dari air putih, susu, atau jus buah.
(Baca Juga: Bagaimana Menangani Diare pada Anak?)
Perlu diperhatikan bahwa pada beberapa kondisi, anak memerlukan masukan cairan yang lebih banyak, seperti saat olahraga, cuaca yang panas/sangat dingin, dan saat berpergian jauh. Pada kondisi tersebut, perlu dipastikan bahwa anak memiliki akses untuk mengkonsumsi cairan. Anak lebih mudah mengalami dehidrasi dibanding orang dewasa karena memiliki sensibilitas rasa haus yang lebih rendah serta tidak dapat mengekspresikan rasa haus dengan baik.
(Baca Juga: Manfaat Olahraga bagi Kesehatan Anak dan Remaja)
Cairan tubuh yang kurang menyebabkan dehidrasi yang bervariasi dari ringan sampai berat. Gejala dan tanda dehidrasi antara lain rasa haus, berkurangnya produksi urin, urin berwarna pekat, mata cekung, tidak ada air mata saat menangis, turgor kulit yang buruk, serta penurunan kesadaran. Bayi kecil yang tidak dapat menyampaikan keluhan umumnya menjadi rewel dan haus. Jika tidak ditangani, bayi dapat menjadi lemas, cenderung tidur, dan tidak responsif. Dehidrasi pada anak perlu cepat diidentifikasi dan ditangani karena dehidrasi berat yang berlanjut menjadi syok dapat mengancam nyawa.
Rekomendasi untuk orangtua:
Berdasarkan presentasi oleh DR. Dr. Aman B. Pulungan, SpA(K), Dr. Dr. Sudung O. Pardede, SpA(K), dan Dr. Antonius H. Pudjiadi, SpA(K), pada Pertemuan Ilmiah Tahunan IKA VIII, Makassar, 20 September 2016.
Penulis : Dr. Natharina Yolanda
Reviewer : Dr. Sudung O.Pardede,Sp.A(K)
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Perlukah Suplementasi vitamin dan mineral pada bayi dan anak?
Yang Harus Dilakukan jika Anak Tersedak
Mempersiapkan Anak Berpuasa
%PDF-1.7 %µµµµ 1 0 obj <>/Metadata 269 0 R/ViewerPreferences 270 0 R>> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <>/ExtGState<>/XObject<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/Annots[ 15 0 R 18 0 R 21 0 R] /MediaBox[ 0 0 612 792] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 0>> endobj 4 0 obj <> stream xœÅ=ks㶵ßwfÿ?J›&
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Tubuh anak lebih banyak mengandung cairan dibanding orang dewasa. Pada saat usia gestasi 24 minggu komposisi cairan tubuh mencapai 80% dari berat badan. Komposisi ini menurun perlahan, sampai anak berusia 1 tahun akan mencapai 60% dari berat badan. Sedangkan komposisi cairan pada tubuh orang dewasa adalah 50–60% dari berat badan.
Fisiologis anak yang masih mengalami proses bertumbuh menyebabkan kebutuhan cairan lebih tinggi daripada orang dewasa. Selain itu luas permukaan tubuh anak yang lebih luas dan frekuensi napas yang lebih tinggi juga memegang peranan pada kebutuhan cairan pada anak.[2]
Pada kondisi klinis tertentu, volume cairan ekstraseluler termasuk volume darah akan berkurang karena diare, muntah, luka bakar atau kejadian lain yang mengakibatkan hipovolemia. Cairan ekstraseluler terdiri dari 3 kompartemen yaitu cairan di pembuluh darah atau intravaskular, cairan interstitial, dan cairan limfa.[2,9]
Masing–masing kompartemen tersebut memiliki tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik untuk menjaga keseimbangan cairan. Oleh karena itu, pemberian cairan perlu diperhitungkan betul untuk mencegah peningkatan tekanan intravaskular yang dapat mengakibatkan komplikasi selanjutnya.[2]
Terapi Cairan Resusitasi pada Anak
Pada kasus gawat darurat, pemberian cairan resusitasi perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum memikirkan terapi cairan lainnya. Pemberian cairan resusitasi ini ditujukan untuk mengisi cairan intravaskular yang hilang baik karena kehilangan cairan berlebih atau meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga cairan masuk ke ruang ketiga.
Pemberian cairan resusitasi menggunakan cairan isotonis atau larutan salin normal. Selain itu, pemantauan tanda vital dan jumlah cairan yang masuk dan keluar perlu dilakukan agar tidak terjadi kelebihan cairan.[3]
Pada umumnya cairan resusitasi bisa diberikan sebesar 10–20 ml/kgBB dan bisa diulang sampai 3 kali, maksimal 40–60 ml/kgBB pada jam pertama tergantung kondisi klinis anak. Perbaikan tanda vital anak dan diuresis menjadi indikator keberhasilan resusitasi cairan. Kelebihan cairan intravaskular dapat menyebabkan tekanan hidrostatik di dalam kapiler meningkat, sehingga berdampak terjadinya edema organ, seperti edema paru, otak, ginjal, dan jantung. Jika hal tersebut terjadi, maka angka mortalitasnya akan meningkat.[3,7]
Terapi Cairan Defisit dan Cairan Pengganti pada Anak
Setelah dilakukan penanganan kegawatan, pemberian cairan dilanjutkan untuk terapi defisit, pengganti, maupun rumatan. Pada gangguan gastroenteritis, pemberian terapi defisit atau pengganti dapat dengan jenis cairan isotonis seperti cairan salin normal (NaCl 0,9%) atau ringer laktat sebanyak jumlah cairan yang keluar.
Kemudian setelah jumlah cairan yang keluar tergantikan, diberikan cairan hipotonis sebagai terapi rumatan. Pemberian cairan isotonis untuk terapi rumatan tidak disarankan karena berisiko untuk terjadi hipernatremia pada anak.[5]
Pada kondisi dehidrasi, kebutuhan cairan anak diperhitungkan berdasarkan derajat dehidrasi, yaitu:
Terapi Cairan Rumatan pada Anak
Perhitungan cairan rumatan biasa menggunakan formula Holiday–Segar dimana untuk 10 kg pertama sebesar 100 ml/kgBB, untuk 10 kg kedua sebesar 50 ml/kgBB, dan setelah 20 kg sebesar 20 ml/kBB, jumlah cairan adalah untuk kebutuhan 24 jam. Cairan rumatan dapat diberikan secara intravena jika pemberian cairan enteral tidak cukup, misalnya karena gangguan saluran cerna ataupun kondisi medis lainnya.
Jenis cairan untuk terapi cairan rumatan pada anak sebenarnya dapat digunakan cairan isotonis maupun cairan hipotonis. Pemilihan cairan tersebut dapat dipertimbangkan berdasarkan kondisi penyakit dari setiap anak.[1,4,8]
Berdasarkan studi analisis, penggunaan cairan isotonis untuk terapi rumatan akan menurunkan risiko hiponatremia pada kasus bedah anak dengan berbagai derajat keparahannya. Kejadian hiponatremia memang jarang terjadi pada anak tetapi pada kondisi berat dapat menyebabkan kejang, ensefalopati, dan bahkan kematian.[6,9]
Studi lain menunjukan penggunaan cairan rumatan pada kondisi deplesi cairan untuk kasus non bedah adalah dengan menggunakan cairan hipotonis seperti dextrose campuran, yaitu D5–1/4NS atau D5–1/2NS. Perlu diperhatikan bahwa cairan dengan glukosa tidak direkomendasikan untuk resusitasi, karena berisiko hiperglikemia.[4,7,9]
Pada kondisi deplesi cairan, tubuh anak akan menstimulasi pengeluaran hormon antidiuretic hormone (ADH) yang akan menstimulasi reabsorbsi cairan dan sodium di tubulus ginjal. Maka dari itu, pemberian cairan isotonis pada kondisi deplesi cairan ini justru dapat berisiko meningkatkan kejadian hipernatremia.[4]
Terapi Cairan pada Anak dengan Ketoasidosis Diabetikum
Terapi cairan pada anak dengan ketoasidosis diabetikum juga terdiri dari terapi bolus sebagai terapi resusitasi, terapi defisit, dan terapi rumatan. Pemberian terapi bolus adalah dengan cairan isotonik seperti larutan salin sebanyak 10–20 ml/kgBB selama 30–60 menit, jika anak datang dalam kondisi syok.
Setelah syok teratasi, pemberian terapi defisit cairan dilakukan dengan menilai derajat dehidrasinya. Terapi rumatan dihitung menggunakan formula Holiday–Segar dengan cairan D5–1/2NS. Penggunaan cairan hipotonis ini untuk mencegah terjadinya hiperkloremia, gagal ginjal akut dan edema otak.[3,8]
Hipokalemia pada ketoasidosis diabetikum dapat terjadi akibat poliuria osmotik, dimana terjadi ekskresi kalium berlebih pada urine dan cadangan kalium yang rendah, khususnya pada anak dengan gizi buruk. Saat dilakukan terapi insulin, kadar kalium serum akan semakin turun, karena insulin akan menyebabkan ion kalium masuk ke intraseluler.
Oleh karena itu, pemantauan ion kalium dan irama jantung harus dilakukan berkala. Kadar kalium serum dipertahankan antara 4–5 mEq/L. Koreksi kalium dilakukan jika terdapat hipokalemia dengan cairan yang mengandung 40 mmol/L kalium setelah jumlah urine output cukup.[3]
Cairan Rumatan pada Anak dengan Ketoasidosis Diabetikum
Pemilihan cairan rumatan pada kasus ketoasidosis diabetikum pada anak menjadi penting, karena saat pemberian insulin akan terjadi penurunan kadar glukosa darah secara cepat atau hipoglikemia. Target laju penurunan glukosa adalah antara 50–75 mg/dL, jika terlalu cepat akan berisiko terjadi perubahan osmotik tiba-tiba yang akan membahayakan anak.
Pemberian cairan rumatan yang mengandung dextrose 5% dilakukan saat kadar gula darah sudah mencapai 250–300 mg/dL. Pemantauan kadar glukosa dan elektrolit dalam darah perlu dilakukan untuk menentukan jenis cairan yang digunakan selanjutnya pada kasus ini.[3]
Terapi cairan pada anak sangat penting untuk memenuhi kebutuhan cairan pada anak. Pemilihan jenis cairan yang digunakan tergantung pada tujuan terapi apakah itu untuk resusitasi, terapi defisit, terapi pengganti, atau terapi rumatan. Pada anak terapi cairan rumatan dapat menggunakan cairan isotonis maupun cairan hipotonis tergantung pada kondisi penyakit yang diderita. Pemantauan tanda-tanda kelebihan cairan, gula darah, dan elektrolit perlu dilakukan berkala, khususnya untuk pasien anak yang berisiko tinggi.
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli
Pemenuhan kebutuhan cairan dalam tubuh sangat penting dan menjadi kebutuhan dasar manusia. Kehilangan cairan tubuh berdampak pada fungsi fisiologis yang dapat beresiko mengalami syok dan jika tidak segera ditangani dapat berakibat kematian.
Seseorang bisa mengalami kekurangan cairan karena dampak dari suatu penyakit salah satunya akibat dari diare yang tentunya sangat banyak diderita oleh anak-anak. Diare terjadi karena adanya invasi bakteri pada mukusa usus yang dapat menyebabkan peradangan.
Bakteri masuk usus dapat menyebabkan peradangan dan menganggu motilitas usus, menyebabkan berak cair >3 kali dalam sehari dengan konsistensi encer. Pengeluaran cairan yang berlebihan akan menyebabkan dehidrasi. Seorang anak dikatakan mengalami diare memiliki tanda gejala berak cair >3 kali /hari dengan konsistensi encer, turgor kulit jelek (kembali lambat/sangat lambat), mata cekung, membran mukosa kering, dan kemerahan pada perianal.
Diare sangat identik dengan masalah kekurangan volume cairan pada pasien, sehingga perlu dilakukan intervensi resusitasi cairan segera mungkin untuk menghindari masalah yang lebih serius (syok), namun sebelum melakukan tindakan pemberian resusitasi cairan ada baiknya tenaga kesehatan wajib mengkaji atau mengidentifikasi kebutuhan cairan anak tersebut.
Rumus penghitungan cairan pada anak
Contoh: jika anak dengan BB 19 kg maka kebutuhan cairan anak tersebut adalah
Perhatikan rumus diatas, gunakan rumus ke-2 maka jawabannya adalah 1000 + 50 cc (19-10) jadi 1000 + 450 = 1450 cc/hari. Mengkaji kebutuhan cairan anak sangat penting untuk dilakukan sehingga dapat diketahui kebutuhan cairan sesuai kebutuhan yang dibutuhkan oleh anak/pasien.
Memunculkan persaingan
Salah satu alasan Anda harus berhenti membandingkan anak dengan lainnya, yakni kebiasaan ini dapat memunculkan persaingan (sibling rivalry).
Melansir Journal of youth and adolescence, ketika Anda membanding-bandingkan anak lain, mungkin saja anak Anda diam-diam akan membenci saudara atau temannya tersebut.
Ia mungkin berasumsi orangtuanya lebih menyukai dan mencintai anak yang dibandingkannya. Akibatnya, anak akan berperilaku agresif, memicu anak bertengkar, dan menimbulkan kebencian.
Mengalami kecemasan sosial
Setelah merasa meragukan dirinya sendiri, dia bisa menjadi pemalu dan tidak mau berhubungan dengan orang lain.
Anak Anda akan berpikir bahwa dia tidak punya apa-apa untuk dihargai atau dibanggakan.
Lebih buruknya lagi, anak Anda mungkin menggunakan cara yang negatif saat berinteraksi dengan teman-temannya.
Hal itu dikarenakan dia memendam perasaan negatif terhadap orang-orang yang selalu dibandingkan dengannya.
Sering berpikiran negatif
Awalnya, anak mungkin terpacu untuk menjadi lebih baik.
Namun jika Anda tidak pernah mengapreasiasi usahanya dengan terus membandingkan anak dengan yang lain, ia jadi tidak pernah merasa bangga dan puas dengan apa yang dilakukannya.
Ia akan dirundung dengan pikiran negatif bahwa ia tidak akan pernah sukses karena terus merasa cemas dan takut gagal.
Akibatnya, ia jadi tidak percaya pada kemampuan dirinya sendiri dan semakin terpuruk. Oleh karena itu, selalu puji anak atas hal sekecil apa pun yang sudah ia peroleh.
Hubungan orangtua dengan anak jadi renggang
Terus mengatakan bahwa selalu ada orang lain yang lebih baik daripada anak lama-lama bisa menimbulkan kesalahpahaman.
Hal ini bisa memengaruhi kedekatan antara anak dan ibu ataupun dengan ayahnya.
Anak mungkin merasa dihina, disudutkan, tidak diperhatikan, dan tidak pernah didukung oleh orangtuanya sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Ia mungkin juga menganggap bahwa Anda tidak menyayanginya.
Emosi anak yang tidak stabil bisa meluap karena ini, sehingga akhirnya Anda akan langganan beradu mulut dengan anak.
Suasana kekeluargaan yang seharusnya hangat justru memanas dan bisa merenggangkan hubungan anak dan Anda.
Jangan sampai kebiasaan membandingkan anak ini menjadi bumerang untuk Anda sendiri karena keliru dalam mendidiknya.
Bayangkan bila anak Anda telah melakukan semua yang dia bisa untuk mendapatkan nilai B dalam tugas bahasa Inggrisnya.
Alih-alih memuji dia atas usahanya, Anda malah membanding-bandingkan anak dengan anak lain yang mendapat nilai A.
Hal ini tentu akan dapat menyebabkan anak depresi atau stres dan mengalami kecemasan yang luar biasa.
Petaka di Tanah Rencong
Malapetaka di Aceh dimulai sejak pemerintahan Orde Baru. Pada 1989, pemerintahan Soeharto menetapkan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Dengan status ini, pihak militer memegang kendali penuh atas provinsi paling barat di Indonesia itu. Status DOM resmi dicabut pada Agustus 1998, beberapa bulan setelah Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden.
Status DOM memang dicabut, tetapi represi militer tetap berlanjut. Pada Januari 1999, serangkaian operasi militer dilangsungkan di Aceh dengan alasan mengamankan situasi karena muncul serangan yang diduga dilakukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Namun, menurut Amnesty International, serangan ini justru menguatkan simpat rakyat Aceh kepada GAM. Pada November 1999, sekitar satu juta orang menghadiri demonstrasi di Banda Aceh guna menuntut referendum. Ratusan kepala desa—keuchik dalam bahasa lokal—menyatakan diri bergabung dengan GAM. Pada pertengahan 2001, GAM mengklaim mengontrol 75 persen wilayah Aceh.
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yang saat itu menjabat presiden, mencari solusi politik untuk meredakan keadaan. Lembaga Centre for Humanitarian Dialogue—dikenal sebagai Henry Dunant Centre for Humanitarian Dialogue yang berbasis di Jenewa, Swiss—turun tangan sebagai mediator antara Indonesia dan GAM. Undang-Undang otonomi khusus juga disiapkan bagi Nanggroe Aceh Darussalam.
Pada 12 Mei 2000 Joint Understanding on a Humanitarian Pause for Aceh ditandatangani oleh pihak Indonesia dan GAM. Kesepakatan ini berlanjut dengan penandatanganan Cessation of Hostilities Agreement (CoHA) di Jenewa pada 9 Desember 2002. Namun, keduanya gagal memuaskan kedua belah pihak dan, dengan sendirinya, gagal pula menghentikan konflik.
Mulai April 2003, militer Indonesia menambah jumlah personel di Aceh. Pada dini hari 18 Mei 2003, Megawati, yang menjabat presiden pada 2001 menggantikan Gus Dur, memberlakukan Daerah Operasi Militer untuk enam bulan ke depan.
Sebanyak 30.000 tentara dan 12.000 polisi dikirim untuk melawan sekitar 5.000 tentara GAM. Inilah operasi militer terbesar oleh pemerintah Indonesia sesudah reformasi. Hingga kini, sepanjang era reformasi, belum ada operasi militer yang lebih besar dari itu.
Baca juga: Kembalinya Propagandis GAM ke Singgasana
Pemerintahan Megawati menamakan operasi militer ini dengan sebutan "Operasi Terpadu". Kata "terpadu" merujuk keterlibatan bukan hanya komponen militer, melainkan program kemanusiaan, penegakan hukum, dan tata kelola pemerintahan daerah.
Kendati demikian, kekerasan tak terhindarkan. Amnesty International mencatat, selama masa operasi, sekitar 200.000 orang Aceh terpaksa tinggal di kamp pengungsian, 2.879 anggota GAM tewas sejak Mei 2003, dan 147 warga sipil meregang nyawa selama Mei 2003 - Februari 2004.
Menurut Amnesty International, pihak militer Indonesia pun gagal membedakan antara kombatan dan non-kombatan. Kaum muda laki-laki kerap dicurigai sebagai anggota GAM dan berisiko untuk dibunuh, disiksa, dan ditahan secara sewenang-wenang. Anggota GAM dibunuh setelah dipenjara. Kekerasan seksual dialami perempuan.
Dalam upaya memutuskan dukungan logistik dan moral untuk GAM, pasukan keamanan memindahkan penduduk sipil dari rumah dan desa secara paksa, melakukan serangan bersenjata dan penyisiran dari rumah ke rumah. Warga sipil dipaksa berpartisipasi dalam macam-macam kegiatan yang mendukung operasi militer.
Dalam laporan berjudul Aceh at War: Torture, Ill-Treatment and Unfair Trials, Human Rights Watch mewawancarai 35 orang dewasa dan anak-anak tahanan dari Aceh di lima penjara di Jawa Tengah. Mereka memberi kesaksian telah disiksa dengan cara merendahkan martabat manusia, termasuk disetrum dan disundut rokok.
Tidak heran jika ada warga Aceh yang bahkan hingga mengungsi ke Malaysia. Menurut laporan Human Rights Watch, ribuan warga Aceh mengungsi ke Negeri Jiran. Karena Malaysia tidak memiliki sistem yang bisa melindungi para pengungsi, masih menurut organisasi pemantau HAM berbasis di New York itu, para pengungsi Aceh kemudian ditangkap, ditahan, dan dipulangkan.
Baca juga: Rumoh Geudong, Ingatan Korban dan Umur Panjang Kekejian
Kasus Papua & Pembunuhan Munir
Dokumentasi organisasi hak asasi manusia di Jakarta seperti KontraS dan Elsam mencatat soal pembunuhan terhadap pemimpin Papua Theys Eluay oleh Kopassus pada 11 November 2001, kurang dari empat bulan setelah Megawati berkuasa.
Kasus lain adalah peristiwa penembakan oleh "orang tak dikenal" terhadap Else Bonay Rumbiak dan Mariana Bonay, istri dan anak Johanis G. Bonay, Direktur Lembaga Studi dan Advokasi HAM Papua, pada Desember 2002.
Pada Juli 2004, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia merilis laporan soal pembunuhan terhadap 9 orang dan 38 korban luka berat dan cacat di Wamena selama penyisiran oleh TNI/Polri pada 4 April 2003.
Komnas HAM mencatat, selama peristiwa yang dikenal Tragedi Wamena-Wasior itu, ada pemindahan secara paksa terhadap penduduk di 25 kampung. Selama masa pemindahan paksa itu, sebanyak 42 orang meninggal karena kelaparan.
Di akhir masa kekuasaan Megawati, pembela HAM terkemuka Munir Said Thalib meninggal. Pada 7 September 2004, kurang dua bulan sebelum Megawati diganti Susilo Bambang Yudhoyono, Munir tewas dalam penerbangan menuju Belanda untuk melanjutkan studi.
Yudhoyono, sesudah bekerja di Istana Negara, berjanji mengusut kasus pembunuhan Munir sebagai “ujian bagi sejarah kita.” Sebuah Tim Pencari Fakta dibentuk untuk “secara aktif membantu penyidik kepolisian Indonesia melaksanakan proses penyidikan dan penyelidikan."
Sebagaimana rumusan akhir tim pencari fakta, ada “kemungkinan penyalahgunaan akses, jaringan, dan kekuasaan” dari Badan Intelijen Negara (BIN) oleh para pejabatnya. Sementara kepolisian, yang berwenang melakukan penyidikan, tidak bekerja “sungguh-sungguh dan efektif” serta “mengabaikan beberapa petunjuk kuat yang dapat mengungkap” kasus kematian Munir. Selain itu, BIN sebagai lembaga negara gagal memberikan dukungan secara penuh dan luas untuk mengungkap kasus pembunuhan Munir.
Sampai kini, pengadilan terhadap kasus pembunuhan Munir terhenti pada para jaringan eksekutor, dan gagal menyeret mereka yang bertanggungjawab atas kematiannya.
Jejak Pembunuhan Munir dan Ikan Besar di Singapura
Aktivis HAM Kecam Putusan MA soal Dokumen Kasus Munir
Munir dalam Lipatan Jas Kusut Pejabat
Wawancara dengan Usman Hamid, Sekretaris TPF Kasus Pembunuhan Munir:
"Dokumen Hilang di Instansi Negara Bukan Hal Baru"
Kini sudah 18 tahun berlalu sejak Megawati memberikan pidato itu. Pada Pemilu 2014, PDIP kembali memperoleh suara terbanyak. Partai ini juga mengusung dan memenangkan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia.
Hingga kini kekejaman dan pelanggaran hak asasi manusia di Aceh maupun di Papua tak kunjung serius diusut. Juga pembunuhan terhadap Munir, Theys Eluay, dan sejumlah anggota keluarga penyintas lain.
Megawati memang jadi presiden saat kekerasan-kekerasan itu terjadi, dan kini ia sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden. Akan tetapi, pemerintahan sekarang yang dipimpin Joko Widodo adalah kader PDIP, dan PDIP pula yang menjadi pemenang Pemilu 2014. Dan Megawati masih menjabat sebagai Ketua Umum PDIP.
Menjadi penting agar catatan pelanggaran HAM berat di masa Megawati ini (juga di rezim-rezim lain), selain terus diingat, juga didorong untuk diselesaikan demi keadilan dan masa depan demokrasi Indonesia tanpa impunitas.
Naskah ini direvisi pada bagian yang menjelaskan kasus kekerasan terhadap keluarga Bonay di Papua.
Tiada hari tanpa berulah, itulah anak-anak. Saat anak memukul atau menggigit temannya hingga menangis, Anda tentu perlu menasihatinya. Sayangnya, di sela-sela kata nasihat, mungkin Anda pernah sesekali membandingkan anak dengan anak orang lain.
Pernahkah ibu melakukannya? Sebenarnya, menasihati dengan membandingkan anak boleh atau tidak? Yuk, simak apa efeknya pada anak melalui ulasan berikut ini.
Meragukan dirinya sendiri
Hanya dengan terus membandingkan tanpa benar-benar memberikan kesempatan kepada mereka untuk memperbaiki diri lambat laun akan membuat anak cenderung meragukan dirinya sendiri.
Ini terutama terjadi begitu anak tahu bahwa ada orang lain yang lebih unggul dari dirinya.
Anda bisa membantu anak berubah menjadi orang yang lebih baik tanpa harus membanding-bandingkan dirinya.
Caranya, cukup dengan memberi tahu apa yang seharusnya ia lakukan dan terus membimbingnya supaya dapat berubah.
Siapa bilang rasa cemburu hanya terjadi pada pasangan? Anak-anak juga bisa merasakannya.
Saat Anda terus membandingkan dirinya dengan anak lain yang lebih baik, anak tentu jadi merasa cemburu karena ada orang yang jelas-jelas “difavoritkan” oleh orangtuanya sendiri.
Kecemburuan yang terpupuk sejak kecil tidak baik untuk kesehatan mental anak karena dapat menimbulkan kebencian, permusuhan, atau kekecewaan mendalam. baik pada diri sendiri maupun orangtua dan teman-temannya.
Mengganggu fokus belajar
Saat Anda membandingkan dengan anak orang lain, maka seorang anak akan merasa dirinya tidak dicintai.
Hal itu yang membuat ia hanya berfokus untuk mendapatkan atau memperoleh cinta dan perhatian orangtuanya.
Ia kemudian tidak bisa fokus belajar atau bahkan dapat memperlambat proses belajarnya.
Efek membandingkan anak dengan anak orang lain
Membandingkan anak dengan temannya mungkin bisa memberikan dirinya gambaran bagaimana seharusnya mereka bersikap.
Jika nasihat seperti ini ditanggapi secara positif oleh anak, ia akan termotivasi untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik.
Namun, hanya sebagian kecil anak yang mendengarkan nasihat orangtua dengan cara demikian.
Anak-anak umumnya tidak suka menerima kritikan dan juga belum begitu mengerti bagaimana harus meresponsnya dengan tepat.
Terlebih meski terdengar pahit, nyatanya, tidak semua orangtua akan menindaklanjuti “perbandingan” tersebut dengan solusi nyata untuk membimbing atau mendidik anak mereka supaya lebih baik lagi.
Kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada anak jika Anda sering membandingkannya, yaitu sebagai berikut.
Janji Megawati kepada Aceh dan Papua
Siang hari itu, pada 29 Juli 1999, di atas panggung sederhana di belakang podium kecil, Megawati berdiri membacakan naskah pidatonya.
Belasan kamera wartawan dan ratusan pasang mata penonton berjubel menyaksikan salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah Indonesia: Pidato ketua partai pemenang pemilihan umum pertama pasca-Orde Baru.
Pada satu momen, suara putri Sukarno itu parau dan menangis haru. Saat air mata mengalir di pipinya, ia berusaha melantangkan suara: “Kepada kalian, saya akan berikan cinta saya, saya akan berikan hasil 'Arun'-mu, agar rakyat dapat menikmati betapa indahnya Serambi Mekah bila dibangun dengan cinta dan tanggung jawab sesama warga bangsa Indonesia.”
Arun merujuk kawasan ladang gas yang dieksplorasi sejak awal dekade 1970-an. Ucapan "saya akan berikan hasil 'Arun'-mu" adalah pengakuan terbuka bahwa Aceh tidak mendapatkan hak secara layak dan Megawati berjanji hak itu akan diberikan.
Beberapa saat kemudian, Megawati melanjutkan lagi kata-katanya: “Begitu pula yang akan saya lakukan buat saudara-saudaraku di Irian Jaya dan Ambon tercinta. Datangnya hari kemenangan itu tidak akan lama lagi, saudara-saudara.”
Baca juga: Drama Kuasa Megawati
Namun, alih-alih memberikan Arun, salah satu cadangan gas alam terbesar di bagian barat laut Aceh, Megawati malah mengirim tentara melalui serangkaian operasi militer. Ia juga berpaling dari Irian Jaya (pada 2001 ganti nama Papua). Sederet aktivis HAM, pejuang demokrasi, dan warga sipil di Papua tewas selama pemerintahan Megawati.